Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag : Tantangan Pengasuhan di Era Digital

Sumut, lintas Media – Di era modern saat ini, kehadiran teknologi digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Gadget, internet, dan media sosial bukan lagi hal asing bagi anak-anak, bahkan sejak usia dini. Fenomena ini menimbulkan dilema besar bagi orang tua dan pendidik, khususnya dalam menyikapi dampak positif dan negatif dari penggunaan gadget pada anak-anak.

Sayangnya, banyak orang tua yang memberikan gadget kepada anak tanpa pengawasan memadai. Hal ini sering dilakukan karena alasan kesibukan pekerjaan atau sekadar untuk meredam kegelisahan anak agar tidak mengganggu aktivitas orang tuanya. Padahal, pendekatan seperti ini berpotensi menimbulkan efek negatif yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.

Salah satu dampak yang kerap muncul adalah keterlambatan bicara (speech delay), terutama pada anak usia 1–5 tahun yang terlalu sering menatap layar. Mereka juga cenderung pasif dalam berinteraksi sosial, memiliki kosa kata yang terbatas, bahkan rentan terhadap plagiarisme dalam meniru kata-kata tanpa pemahaman. Secara fisik, mata anak pun rentan mengalami kerusakan akibat paparan layar yang terlalu lama. Oleh karena itu, pencegahan sejak dini menjadi hal yang sangat penting agar tidak menyesal di kemudian hari.

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menyikapi perkembangan zaman dengan bijak. Islam tidak menolak teknologi, namun mendorong umatnya untuk menggunakannya secara produktif dan bermoral. Ali bin Abi Thalib pernah menasihati, “Didiklah anak-anak kalian sesuai zamannya, bukan zaman kalian.” Nasihat ini menekankan pentingnya pendekatan pendidikan yang adaptif dan kontekstual, bukan semata-mata berdasarkan pengalaman masa lalu.

Seringkali orang tua masih berpegang pada pola pengasuhan masa lalu, seperti berkata: “Dulu ayah dan ibu diajarkan seperti ini…” tanpa mempertimbangkan perubahan konteks zaman. Meskipun nilai-nilai tradisional masih relevan, tetapi harus dikolaborasikan dengan pendekatan kekinian agar lebih efektif dalam mendidik generasi sekarang.

Kementerian Pendidikan dan lembaga terkait telah mendorong integrasi pembelajaran dengan teknologi. Guru diharapkan tidak hanya memahami materi pelajaran, tetapi juga mampu memanfaatkan teknologi digital dalam proses belajar-mengajar. Hal ini bertujuan agar pembelajaran menjadi lebih menarik, interaktif, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik masa kini.

Dalam perspektif pendidikan Islam, setidaknya ada tiga tujuan utama: membentuk manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak. Konsep ini telah ditegaskan dalam wahyu pertama yang diterima Rasulullah Saw. dalam Surah Al-‘Alaq (1–5), dan diperkuat dalam Surah Al-Mujadalah ayat 11, di mana Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Rasulullah Saw. juga menegaskan bahwa “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”

Dalam konteks ini, penggunaan teknologi dalam pendidikan harus diarahkan untuk memperkuat keimanan, keilmuan, dan akhlak peserta didik. Teknologi digital memberi peluang besar bagi anak untuk:

Mengakses informasi yang luas dan edukatif,

Belajar secara mandiri,

Meningkatkan literasi digital,

Belajar di mana saja dan kapan saja.

Namun, peluang ini harus disertai dengan pengawasan dan kolaborasi yang baik antara orang tua dan guru. Komunikasi yang harmonis antara keduanya menjadi kunci sukses dalam mendidik anak di era digital. Beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan meliputi:

Menyusun jadwal penggunaan gadget yang jelas,

Memberikan edukasi terkait dampak positif dan negatif teknologi,

Mengajak anak aktif dalam kegiatan sosial,

Menerapkan “digital detox” secara berkala.

Pendidikan anak tidak bisa dipisahkan dari peran tiga lingkungan utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga elemen ini dikenal sebagai “segitiga emas pendidikan anak.” Jika ketiganya bersinergi dengan baik, maka pendidikan yang komprehensif dan kontekstual akan terwujud.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memiliki kontribusi besar dalam pendidikan digital. Di antaranya:

Menanamkan nilai-nilai Islam dalam menggunakan media digital,

Meningkatkan literasi digital Islami melalui konten edukatif dan kisah-kisah inspiratif,

Memanfaatkan media digital sebagai sarana dakwah,

Mendorong anak untuk menyalurkan bakat melalui konten Islami yang kreatif.

Dengan demikian, tantangan pengasuhan di era digital tidak harus menjadi ancaman, tetapi justru peluang untuk melahirkan generasi muslim yang melek teknologi, beriman kuat, berilmu tinggi, dan berakhlak mulia. Teknologi hanyalah alat yang menentukan adalah bagaimana kita menggunakannya.

Penulis: Edriagus Saputra, S.Th.I.,M.Ag. (Dosen Ilmu Hadis STAIN Mandailing Natal). (Iyl).